Ketahanan Semu Masyarakat Menengah ke Bawah di Tengah Dinamika Gejolak Ekonomi Nasional
Opini
Ditengah perlambatan ekonomi nasional pada awal 2025, masyarakat menengah ke bawah Indonesia menunjukkan ketahanan yang mengesankan, namun rapuh dipermukaan.
Meski belakang mereka masih mampu bertahan dengan konsumsi yang stabil dengan memanfaatkan skema bantuan sosial pemerintah dan ekonomi digital. Namun di balik itu, terdapat tekanan struktural yang semakin menggerus daya beli dan memperlebar ketimpangan.
Kondisi global seperti krisis pangan, ketegangan geopolitik, dan naiknya suku bunga dunia berdampak langsung pada harga kebutuhan pokok, sementara pendapatan kelompok ini nyaris stagnan.
Pada sisi lain, mereka harus mengandalkan pekerjaan informal, pinjaman daring, atau kerja paruh waktu untuk menambal kebutuhan harian. Fenomena ini menciptakan ilusi kestabilan—karena ekonomi lokal tampak tetap bergerak—padahal fondasinya rapuh dan bergantung pada utang konsumtif dan kerja berisiko tinggi.
Harus kita akui sektor informal saat ini menjadi tulang punggung kelompok menengah bawah, namun belum mendapat perlindungan memadai dari negara. Jika dibiarkan tanpa reformasi struktural, kondisi ini bisa menjadi bom waktu sosial.
Maka sebaiknya saat ini, pemerintah perlu berpindah dari pendekatan karitatif jangka pendek menuju investasi sistemik seperti memperkuat pendidikan vokasi, menjamin asuransi sosial yang inklusif, dan membuka akses modal usaha mikro berbasis produktivitas.
Dalam kondisi dunia yang semakin tak menentu seperti saat ini, ketahanan masyarakat rentan bukan hanya soal bertahan hidup, tapi juga soal kesempatan untuk bangkit.
Tentunya masyarakat membutuhkan ekonomi yang bukan hanya tumbuh, tapi juga kebijakan kongkrit yang bisa memihak. Namun, akankah pemerintah saat ini bisa membuktikannya, pastinya masih menjadi pertanyaan besar bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Opini : Oleh Rachmat Pelaksanaan Redaksi Tsabangnews.com
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan