Pesta Demokrasi Pilkada 2024, Apakah Partai Politik Sudah Sesuai dengan Tujuan dan Fungsinya
Tsabangnews.com,_Saat ini pelaksanaan pesta demokrasi pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia sudah berada didepan mata, beberapa tahapan pun telah dilaksanakan KPU RI sesuai jadwal yang telah ditentukan. Menjelang pemungutan suara pada tanggal 27 November 2024 mendatang, suhu politik di tanah air pun ikut kembali memanas.
Mengacu data KPU, Pilkada 2024 akan digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia yang terbagi dalam 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota serta akan diikuti lebih dari 204 juta pemilih rakyat Indonesia yang melibatkan 18 partai politik nasional dan 6 partai lokal Aceh.
Dalam pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 menurut data KPU RI pada awal tahapan pendaftaran terdapat 43 calon tunggal dengan 1 calon tunggal ditingkat provinsi 37 ditingkat dan 5 ditingkat kota.
Namun KPU memperpanjang masa pendaftaran calon kepala daerah. Setelah itu tersisa 41 daerah yang dipastikan akan menggelar pilkada dengan calon tunggal. KPU menyebut 41 daerah yang akan menggelar pilkada dengan calon tunggal atau lawan kotak kosong tersebut terdiri dari 1 provinsi, 35 kabupaten dan 5 kota.
Dalam sejarah Demokrasi Indonesia, Parpol (Partai Politik) didaulat sebagai wadah sekaligus garda terdepan dalam menjalankan amanat konstitusi sebagai penyambung aspirasi dan lidah rakyat dalam pelaksanaan tatanan pemerintahan.
Amanat ini juga menjadi landasan dan tujuan umum dalam berdiri partai politik di Indonesia sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mewujudkan cita-cita Bangsa.
Tujuan Umum Partai Politik
Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat Indonesia.
3. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu dalam Pasal 1 UU Nomor 2 Tahun 2011 menyebutkan bahwa, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Fungsi Partai Politik
Sementara, dalam pelaksanaan pendirian partai politik di Indonesia juga memiliki lima fungsi berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 2 tahun 2008, antara lain:
1. Sarana pendidikan politik bagi seluruh masyarakat Indonesia agar menjadi WNI yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia demi kesejahteraan masyarakat.
3. Menyerap, menghimpun, dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
4. Tempat WNI dapat berpartisipasi dalam politik.
5. Merekrut untuk mengisi jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Sesuai dengan tujuan dan fungsi pendirian partai politik di Indonesia, maka kita bisa mengetahui dengan gamblang apakah dalam perjalanannya amanat dan cita-cita bangsa tersebut telah diletakan partai politik sesuai dengan ketentuan dan UUD.
Peran Partai Politik
Berdasarkan tujuan dan fungsinya maka dapat disimpulkan mensejahterakan rakyat dengan kesetaraan serta berkeadilan adalah kata kunci dalam landasan berdirinya suatu partai politik di Indonesia, terlepas dari dinamika ideologi apapun yang menjadi arah perjalanan partai tersebut.
Apakah partai politik saat ini telah menjalankan amanat dan perannya tersebut sesuai cita-cita bangsa, tentu masih menjadi perdebatan dan tanda tanya besar bagi masyarakat dan kalangan praktisi di negeri Ini (Indonesia).
Seringnya mengesampingkan kepentingan masyarakat hanya karena lebih mengutamakan kepentingan sebagian elite politik, juga masih menjadi suatu masalah kronis yang sering kita temui dalam dinamika politik nasional.
Dalam perjalanan saat ini, partai politik cendrung selalu mempertontonkan berbagai drama dengan strategi adu domba. Hal ini juga masih menjadi penyakit turunan yang selalu dimainkan oleh berbagai elite parpol, dimana gambaran dan potret tersebut masih amat sering terjadi pada setiap level pertarungan dan persaingan dalam percaturan panggung politik Indonesia saat ini.
Selain itu, demi meningkatkan dukungan emosional sektoral partai, mereka sengaja menggiring opini, membenturkan bahkan tidak segan untuk mengkambing hitamkan ideologi golongan sebagai nilai jual untuk bisa menarik simpati dan dukungan suara rakyat, tanpa memikirkan akibat serta dampak dan resiko perpecahan yang selalu menghantui ditengah-tengah masyarakat Indonesia.
Tidak hanya sampai disitu, tatanan pengelolaan partai yang masih mengadopsi sistem dinasti serta politik praktis juga masih dianggap ampuh untuk menguasai regulasi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan sebuah partai, tentu hal ini juga masih sangat jelas bisa kita lihat dalam kacamata politik Indonesia.
Alih-alih menjadi garda terdepan instrumen demokrasi negara yang berdaulat, partai politik ternyata telah dibajak oleh para segelintir oknum elite demi bisa berlindung dan memuluskan kepentingan kelompok mereka, partai politik akhirnya tidak lagi berada pada jalur yang benar sebagaimana mestinya untuk menjalankan amanat sesuai aturan dalam UU dan konstitusi dasar pembentukan negara ini.
Maka tak heran bila saat ini masih begitu banyak rakyat Indonesia yang antipati dengan partai politik apalagi untuk menggantungkan nasib dan Inspirasi mereka. Partai politik bagi mereka hanyalah milik dari para elite parpol atau sekelompok orang yang berduit, karena tidak lagi berkeadilan, berdaulat serta bisa mensejahterakan rakyat.
Analisa, Survei dan Kesimpulan
Cukup mudah bagi kita untuk bisa menganalisa hal tersebut berdasarkan hasil survei dari berbagai lembaga yang terpercaya di negeri ini. Maka tak heran bila Partai politik saat ini masih menempati pada posisi rendah dalam tingkat kepercayaan publik dimata masyarakat Indonesia.
Berdasarkan hasil survei nasional Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada tanggal 4 sampai dengan 5 April 2023 menunjukkan bahwa, Partai Politik (Parpol) hanya mendapatkan kepercayaan publik diangka 51,3 persen.
Hasil survei ini dilakukan terhadap warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon atau cellphone, sekitar 83 persen dari total populasi nasional. Sampel dipilih melalui metode Random Digit Dialing (RDD) yang menyasar sebanyak 1201 responden.
Selanjutnya pada tanggal 30 Desember 2023 sampai dengan 6 Januari 2024. Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi juga mengatakan bahwa untuk katagori Partai politik hanya mendapatkan 64,2% tingkat kepercayaan publik di kalangan masyarakat Indonesia.
Dalam survei ini, jumlah sampel basis melibatkan sebanyak 1.200 orang yang berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional dan kemudian dilakukan oversample di 13 provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan, sehingga total sampel yang didapat sebanyak 4.560 responden.
Masih cukup rendahnya tingkat kepercayaan publik dan masyarakat Indonesia kepada partai politik tentu bisa menjadi bahan renungan, pembelajaran dan evaluasi bagi kita semua atas tercipta demokrasi yang sehat di negeri yang kita cintai ini.
Dengan kondisi dan hasil survei sebagai data pembanding saat ini, apakah dapat kita simpul saat ini partai politik telah sesuai dengan yang diamanatkan UU dan Dasar Negera?, tentu masih menjadi pertanyaan besar bagi kita semua dan seluruh masyarakat Indonesia.
Oleh sebab itu, bisa kita tarik kesimpulan bahwa partai politik belum sepenuhnya bisa menjadi gambaran kedaulatan perwakilan suara rakyat dalam berdemokrasi di Indonesia. Berdasarkan analisa dan gambaran data tersebut hampir dipastikan baru setengah kedaulatan rakyat yang terwakilkan oleh partai politik saat ini.
Pilkada semestinya dilaksanakan untuk memberikan kesempatan bagi rakyat dalam memberikan hak konstitusinya secara langsung dengan mengajukan pasangan calon yang berdasarkan hasil analisa penjaringan saran rakyat.
Namun dalam proses pelaksanaannya masih saja sangat sering kita temukan oknum para elite partai politik sengaja membajak kedaulatan rakyat, dan memaksa menghadirkan pasangan calon yang tidak berdasarkan hasil dari penjaringan yang sehat seperti kehendak rakyat.
Untuk itu, dalam pelaksanaan Pilkada serentak kali ini sudah seharusnya rakyat menunjukkan dan menyadarkan partai politik bahwa kedaulatan mutlak masih berada di tangan rakyat. Karena hanya dengan gambaran partisipasi rakyat dalam pilkada lah kita bisa menjawab pertanyaan itu, sekaligus menentukan kualitas dalam tatanan berdemokrasi di Indonesia saat ini.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan